Pengaturan pornografi melalui
internet dalam
KUHP (kitab undang-undang hukum pidana)
Cyber pornography barangkali dapat diartikan sebagai penyebaran muatan pornografi
melalui internet. Penyebarluasan muatan pornografi melalui internet tidak
diatur secara khusus dalam KUHP. Dalam KUHP juga tidak dikenal
istilah/kejahatan pornografi. Namun, ada pasal KUHP yang bisa dikenakan untuk
perbuatan ini, yaitu pasal 282 KUHP mengenai kejahatan terhadap
kesusilaan.
“Barangsiapa
menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum tulisan, gambaran
atau benda yang telah diketahui isinya melanggar kesusilaan, atau barangsiapa
dengan maksud untuk disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum,
membikin tulisan, gambaran atau benda tersebut, memasukkannya ke dalam negeri,
meneruskannya, mengeluarkannya dari negeri, atau memiliki persediaan, ataupun
barangsiapa secara terang-terangan atau dengan mengedarkan surat tanpa diminta,
menawarkannya atau menunjukkannya sebagai bisa diperoleh, diancam dengan pidana
penjara paling lama satu tahun enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat
ribu lima ratus rupiah”
Pengaturan
pornografi melalui internet dalam UU ITE
Dalam UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik juga tidak ada istilah pornografi, tetapi “muatan yang
melanggar kesusilaan”. Penyebarluasan muatan yang melanggar kesusilaan melalui
internet diatur dalam pasal 27 ayat (1) UU ITE mengenai Perbuatan yang
Dilarang, yaitu;
“Setiap Orang dengan sengaja dan
tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat
diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki
muatan yang melanggar kesusilaan.”
Pelanggaran terhadap pasal 27 ayat (1) UU ITE dipidana
dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1
milyar (pasal 45 ayat [1] UU ITE).
Dalam pasal 53 UU ITE, dinyatakan bahwa seluruh
peraturan perundang-undangan yang telah ada sebelumnya dinyatakan tetap
berlaku, selama tidak bertentangan dengan UU ITE tersebut.
Pengaturan
pornografi melalui internet dalam UU Pornografi
Undang-undang yang secara tegas mengatur mengenai pornografi
adalah UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi (UU Pornografi). Pengertian
pornografi menurut pasal 1 angka 1 UU Pornografi adalah:
“… gambar, sketsa, ilustrasi,
foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan,
gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi
dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi
seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.”
Pelarangan penyebarluasan muatan pornografi, termasuk
melalui di internet, diatur dalam pasal 4 ayat (1) UU Pornografi, yaitu;
“Setiap orang dilarang memproduksi,
membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor,
mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan
pornografi yang secara eksplisit memuat:
a.
persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang;
b.
kekerasan seksual;
c.
masturbasi atau onani;
d.
ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan;
e.
alat kelamin; atau
f.
pornografi anak.”
Pelanggaran pasal 4 ayat (1) UU Pornografi diancam
pidana penjara paling singkat enam bulan dan paling lama 12 tahun dan/atau
pidana denda paling sedikit Rp250 juta dan paling banyak Rp6 miliar (pasal 29
UU Pornografi).
Pasal 44 UU Pornografi menyatakan bahwa pada saat
Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang
mengatur atau berkaitan dengan tindak pidana pornografi dinyatakan tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.
Kesimpulan:
- Baik UU
Pornografi dan UU ITE dapat dipergunakan untuk menjerat pelaku kejahatan
pornografi yang menggunakan media internet. Meski demikian, pasal 282 KUHP
juga masih dapat digunakan untuk menjangkau pornografi di internet karena
rumusan pasal tersebut yang cukup luas, ditambah lagi pasal 44 UU
Pornografi menegaskan bahwa semua peraturan perundang-undangan yang
mengatur atau berkaitan dengan tindak pidana pornografi dinyatakan tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan UU tersebut.
- Berdasarkan
uraian di atas, menurut hemat kami, UU Pornografi adalah lex specialis
(hukum yang khusus) dari UU ITE dan KUHP dalam kejahatan pornografi
melalui internet. Pornografi merupakan salah satu bagian dari muatan yang
melanggar kesusilaan yang disebut pasal 27 ayat (1) UU ITE dan KUHP.
- Kami
tidak melihat ada pertentangan dalam pengaturan kejahatan pornografi di
internet, khususnya di antara UU Pornografi dan UU ITE. Sebaliknya,
ketiganya justru saling melengkapi. Batasan atau pengertian pornografi
diatur dalam UU Pornografi, dan cara penyebarluasan pronografi di internet
diatur dalam UU ITE. Meski demikian, bukan berarti cara pengaturan
pornografi di kedua UU tersebut sudah tepat.
Demikian
sejauh yang kami ketahui. Semoga bermanfaat :)